SIAPA pun akan terkesima saat memasuki gerbang kompleks Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo, Jawa Timur. Di situ berdiri kokoh (bangunan permanen) lambang Nahdlatul Ulama (NU) yang cukup besar berukuran sekitar 5 x 4 meter persegi. Di bawah lambang tersebut tertulis "Selamat Datang di Kota Santri Pesantren Zainul Hasan Genggong."
Pesantren yang sudah berusia 163 tahun (didirikan tahun
1839) ini pada 30 Agustus 2002 terpilih menjadi tempat bersejarah, yakni
tempat pencanangan Pemberdayaaan Kesehatan Pondok Pesantren. Di sini
pula ditandatangani SKB (Surat Keputusan Bersama) Tiga Menteri (Menkes,
Menag, dan Mendagri), sekaligus peresmian Akademi Perawatan Hafshawaty
serta peletakan batu pertama pembangunan gedung SMU Unggulan Zainul
Hasan Genggong.
Selama ini pesantren belum tersentuh dalam pemberdayaan
kesehatan. Pesantren terkesan kumuh, manakala ada santri yang sakit
(menular), tidak menutup kemungkinan santri yang lain pun akan
terjangkit pernyakit tersebut. Untuk itu, pencanangan pemberdayaan
kesehatan oleh tiga menteri tersebut akan memberikan spirit agar setiap
pesantren mengutamakan kebersihan.
Menurut Menkes Ahmad Sujudi, pencanangan pemberdayaan
kesehatan ini termasuk aset negara Indonesia yang sangat berharga.
Selama ini masalah kesehatan belum maksimal di kalangan pesantren. "Saya
katakan belum maksimal karena saat ini jumlah pesantren yang sudah
memiliki jaringan pelayanan kesehatan yang mandiri belum banyak."
Dengan adanya pelayanan kesehatan mandiri diharapkan
masyarakat pesantren maupun masyarakat sekitarnya dapat memanfaatkan
pelayanan yang ada. "Sumber daya di lingkungan pesantren sangat
potensial untuk pembangunan kesehatan, dengan jumlah santri yang besar
yang akan menjadi tokoh-tokoh masyarakat, yang antara lain dapat
berperanan menjadi pendidik di bidang kesehatan."
Pencanangan pemberdayaan kesehatan di pesantren ini
dimaksudkan pula untuk memberikan semangat kepada santri agar mereka
kelak menguasai masalah kesehatan, terutama mereka yang belajar di
Akademi Perawatan. Inilah yang dimaksud Ahmad Sujudi bahwa lulusan
pesantren dituntut menguasai bidang kesehatan. "Sudah saatnya para
santri menguasai soal kesehatan, bahkan memiliki keistimewaan tambahan
dan para lulusannya mampu bekerja di luar negeri, terutama di
negara-negara Timur Tengah. Tenaga-tenaga perawat Indonesia sangat
dibutuhkan di negara-negara Timur Tengah," ujar Menkes.
Direktur Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Dra
Hj Faiqoh MHum mengatakan kesehatan di pondok-pondok pesantren
sebenarnya bukanlah sesuatu yang perlu dipermasalahkan, karena dalam
Islam hal tersebut sudah menjadi aturan baku. Namun yang terpenting
sekarang, bagaimana mengubah kultur kehidupan santri akan pemahaman
terhadap filosofi agama bahwa kebersihan merupakan bagian daripada iman.
"Kebersihan merupakan sebagian daripada iman, tapi
kenyataannya masalah kesehatan belum menjadi aturan yang dibakukan di
pondok-pondok pesantren. Kondisi inilah harus diubah, untuk menciptakan
santri yang sehat dan cerdas nantinya," tutur Faiqoh.
***
PESANTREN Zainul Hasan didirikan tahun 1839 M/1250 H
oleh almarhum KH Zainul Abdidin dari keturunan Maghribi (Maroko) di Desa
Karang Bong Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa
Timur.
Pesantren Zainul Hasan yang kini memiliki santri sekitar
6.000 orang ini mengalami tiga kali pergantian nama yang bermotifkan
kepada sejarah pertumbuhan pesantren dan adanya gagasan untuk
menggabadikan para pendiri pesantren Zainul Hasan sebelumnya. Perubahan
nama ini terjadi pada periode kepemimpinan KH Hasan Saifourizal.
Nama Pondok Genggong diabadikan sejak kepemimpinan KH
Zainul Abidin sampai kepemimpinan KH Moh Hasan tahun 1952. Nama
pesantren kemudian berganti menjadi "Asrama Pelajar Islam Genggong" dan
terakhir "Pesantren Zainul Hasan."
"Pada tanggal 19 Juli 1959, dalam pertemuan dewan
pengurus almukarom KH Hasan Saifouridzal menetapkan perubahan nama
asrama pelajar Islam Genggong menjadi Pesantren Zainul Hasan. Ini hasil
perpaduan nama dari tokoh sebelumnya di mana kata Zainul diambil dari
nama almarhum KH Zainul Abidin sebagai pembina pertama dan kata Hasan
diambil dari nama almarhum KH Moh Hasan sebagai pembinan kedua," kata
Pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong KH Almutawakkil Alallah.
Pesantren Zainul Hasan kini telah banyak menampakkan
perannya sebagai pusat studi Islam di dalam pengembangan misi Islam pada
masyarakat luas, sehingga dengan peran serta hanya mengajarkan ilmu
agama umum saja. Tetapi dalam kehidupannya para santri banyak
mendapatkan kesempatan untuk menghayati dalam kehidupannya sehari-hari,
karena kebersatuan Pesantren Zainul Hasan dengan masyarakat itulah maka output pesantren tidak kebingungan meniti hidup dalam mengabdi kepada masyarakat.
Pada periode ketiga mulai tercetus ide-ide dan
konsep-konsep baru untuk perkembangan pesantren di segala bidang di
dalam ikut serta mengisi kemerdekaan serta ikut menunjang semua program
pemerintah dalam perkembangan mental spiritual, ketahanan nasional,
persatuan dan kesatuan bangsa lewat media dakwah baik di dalam pesantren
maupun di luar pesantren.
Menyadari peranan yang sangat besar dalam menyukseskan
pembangunan manusia seutuhnya di samping juga makin meningkatnya
kebutuhann hidup seseorang akibat pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern, maka Pesantren Zainul Hasan telah melangkah untuk
mengadakan pengembangan dan pembaruan dalam segala bidang meliputi
perubahan sistem pendidikan, penambahan sarana proses belajar-mengajar,
menyempurnakan dan menambah sarana fisik.
"Di Pesantren ini terdapat 30 santri asal Ampit dan 20
berasal dari Sambas. Di tempat ini ada 165 anak yatim piatu. Mereka
tidak dikenakan biaya," tutur Hj Diana Susilowati, pengasuh pesantren
putri Zainul Hasan Genggong.
***
PESANTREN Zainul Hasan tidak ketinggalan mengikuti
pembaruan pendidikan setelah banyak mengkaji dan berhubungan dengan
dunia luar.
Peranan pondok pesantren sangat besar dalam membangun
masyarakat, sehingga para ahli tiada putus-putusnya membicarakan lembaga
pendidikan pondok pesantren ini. Untuk mengatasi kekurangan dalam
Pesantren Zainul Hasan tumbuh gagasan untuk kesempurnaan dalam pondok
pesantren harus ada pendidikan formal, pendidikan keterampilan dan
perbaikan struktur kepengurusan dan lain-lain.
Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, Pesantren Zainul
Hasan berupaya sekuat tenga terhadap penyempurnaan kebutuhan serta
perlengkapan secukupnya, sehingga dapat tercipta adanya peningkatan dan
pengembangan pendidikan yang sejajar dengan lembaga-lembaga di luar
pokok pesantren melalui perubahan, yakni sistem dan metode yang
dipergunakan dalam pendidikan; kurikulum pesantren, Depag dan
Diknasdikembangkan 100 persen; administrasi; fasilitas yang cukup dan
sarana pendidikan yang memadai.
Tujuan pendidikan dan pengajarannya diarahkan kepada
pembinaan manusia berkarakter Muslim, yaitu manusia Muslim yang berbudi
luhur, berpengetahuan luas dan berjiwa ikhlas. Oleh karena itu para
santri diharapkan dapat mengembangkan kebebasan berpikir dan ketulusan
pengabdiannya, disamping memperoleh pengetahuan yang cukup dalam diri
mereka. Out put pendidikan Pesantren Zainul Hasan dititikberatkan kepada pencetakan kader-kader Muslim ahlussunah waljamaah dan menjadi seorang mukmin. (sidik m nasir)
BERSAMA SANTRI-Pengasuh Pesantren Zainul Hasan KH Almutawakkil Alallah dan Hj Diana Susilowati (Ning Sus) bersama sebagian santri asal Sambas dan Sampit.n dik
0 komentar:
Posting Komentar