Jakarta - Kinerja satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla (JK) di bidang ekonomi dinilai relatif berjalan dengan baik. Bahkan, dinilai seandainya pemerintahan dipegang pihak berbeda, kondisi justru belum tentu terkendali.
Penilaian itu disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI, M.Misbakhun, di Jakarta, Senin (19/10), ketika menjawab pertanyaan soal evaluasi satu tahun pemerintahan Jokowi-JK di bidang ekonomi.
Menurutnya, arah kebijakan fiskal 2016 Pemerintahan Jokowi bertujuan untuk memperkuat fundamental pembangunan nasional dan melahirkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
“Kebijakan fiskal diarahkan untuk penguatan pengelolaan fiskal dalam rangka memperkokoh fundamental pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Kebijakan fiskal akan lebih parah kalau tidak dipimpin oleh Presiden Jokowi,” tegas Misbakhun.
Dia menilai, kebijakan fiskal yang dibangun Jokowi dilakukan melalui tiga strategi. Yaitu memperkuat stimulus fiskal untuk meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing, memperkuat ketahanan fiskal, dan mengendalikan risiko serta menjaga kesinambungan fiskal.
Dalam upaya memperkuat stimulus fiskal, Pemerintah menempuhnya melalui pemberian insentif fiskal untuk kegiatan ekonomi strategis, peningkatan ruang fiskal dan peningkatan belanja produktif.
"Stimulus tersebut dapat dilihat dari bagaimana insentif perpajakan dan belanja infrastruktur untuk memperkuat daya saing," jelasnya.
Selain itu, juga diperlukan bantalan fiskal untuk memperkuat ketahanan fiskal, lewat adanya fleksibilitas dalam mengendalikan kerentanan fiskal, yang bisa terjadi akibat target penerimaan tidak tercapai atau belanja subsidi melebar.
Dalam konteks itu, dibutuhkan penggalian potensi dari sektor unggulan untuk mencapai target penerimaan perpajakan. Misalnya dengan metode ekstensifikasi, intensifikasi, penegakan hukum, dan penyempurnaan perundangan untuk mencapai target penerimaan.
"Di samping itu, untuk memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi, dibangun kebijakan ekonomi untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor,” terangnya.
Lebih lanjut, menurut sekretaris Panja Penerimaan Negara Komisi XI DPR itu, dalam satu tahun pemerintahan Jokowi, Pemerintah telah berjalan ke arah yang tepat. Uaitu membangun fondasi yang kokoh berupa meningkatnya APBN, menurunnya subsidi, dan meningkatnya anggaran pembangunan infrastruktur.
"Kita juga lihat alokasi anggaran ke daerah yang lebih tinggi daripada di pusat, penguatan industri alutsista, insentif pajak untuk mengendapkan dana-dana valuta asing di dalam negeri, dan insentif untuk ekspor," jelasnya.
Menurutnya, pemerintahan Jokowi telah mengambil kebijakan yang berani di tengah impitan dinamika politik Indonesia yang gegap gempita, perlambatan ekonomi global yang berimplikasi pada ekonomi nasional. Dan hasilnya akan bisa dilihat pada tahun kedua dan ketiga Pemerintahan Jokowi.
“Kalau Presiden Jokowi tidak mengambil kebijakan berani ini, tidak dapat dibayangkan bagaimana perekonomian kita akan lebih parah,” katanya.
Misbakhun mengapresiasi Presiden Jokowi yang memiliki Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro. Pasalnya, dia menilai Bambang memiliki kompetensi, integritas dan kecakapan dalam berkomunikasi dengan DPR serta stakeholder lain. Hal itulah yang mampu mensinergikan berbagai kebijakan ekonomi sesuai visi Nawacita.
“Jokowi patut bersyukur memiliki Pak Bambang yang berintegritas dan komunikatif dengan DPR sehingga mampu mensinergikan berbagai kebijakan ekonomi,” ucapnya.
Hal itupun bisa dibuktikan di RAPBN 2016, dimana Pemerintah menargetkan belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.339,1 triliun. Rinciannya, belanja kementerian dan lembaga Rp780,4 triliun, lalu belanja non-kementerian dan lembaga Rp558,7 triliun.
Transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp 782,2 triliun. Jika ditambah dengan APBD yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD), jumlahnya menjadi lebih dari Rp. 1.000 triliun.
“Untuk pertama kalinya dalam sejarah, dan ini luar biasa, transfer daerah melebihi anggaran untuk kementerian. Presiden Jokowi juga menyiapkan dana infrastruktur yang mencapai Rp 313,5 triliun, atau 8 persen dari RAPBN 2016 yang Rp 2.121,3 triliun,” kata Politikus Partai Golkar itu.
Markus Junianto Sihaloho/YUD

0 komentar:
Posting Komentar